The Power of "KATANYA"

Oke, kali ini gw mau membahas masalah yang sangat umum di kehidupan orang Indonesia dewasa ini. Yak, apalagi kalau bukan GOSIP. Tapi judulnya gw buat agak bagus untuk di baca, yakni THE POWER OF KATANYA.. hehehe...

Kita mulai pembahasannya.

Gosip yuk

Dewasa ini di Indonesia banyak sekali kejadian yang kadang membuat orang bertanya-tanya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Bisa itu di urusan Politik, bisa itu urusan agama, atau bahkan yang paling di senangi oleh kebanyakan rakyat Indonesia adalah, urusan orang lain..hehe.. Orang-orang disini kebanyakan senang sekali mendengar desas desus yang belum jelas urusannya, tapi kemudian membahasnya menjadi sebuah bahasan yang seolah-olah akurat, tajam, terpercaya (kaya slogan berita di tipi-tipi yak..hehe..). Celakanya, dari desas desus yang belum jelas ini, biasanya, berkembang menjadi sebuah topik hangat yang kemudian jadi bahasan penting dan membuat orang yang tadinya tidak tahu bahkan tidak mau tahu, menjadi ingin ikut juga terlibat dalam pembicaraan di topik tersebut. Kebiasaan orang Indonesia yang seringkali cepat untuk menyimpulkan segala sesuatu tanpa menelusuri lebih dalam, membuat bidang ini menjadi naik daun. Saat ini juga banyak sekali media sosial yang memungkinkan untuk membentuk atau menggiring opini seseorang atau banyak orang menjadi sebuah pernyataan yang sahih dan dapat dipercaya. Ini kedengarannya gila tapi itulah yang terjadi di Indonesia, gw tidak berbicara negara lain ya, karena mungkin saja itu juga terjadi di negara lain, tapi gw mau membahas ini dari sudut pandang negara gw sendiri.

salah satu memes

Gosip..yak, gosip. Hal ini menjadi suatu yang sangat lumrah di kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini. Mau pekerjaan apapun, jabatan apapun, semua pasti tidak pernah jauh dari gosip. Siapapun dia. Presiden Indonesia? kenyang digosipin. ABG ababil? Sama saja. Gosip ini seperti mewabah dimana-mana, dan siapapun bisa terkena dampaknya. Bahkan gosip ini tidak hanya menyebar secara sporadis, tapi juga ada yang dikelola secara sistemik. Salah satu cara konspirator membuat sebuah konspirasi kan biasanya dengan menebar isu dahulu kemudian dengan kekuatan yang mereka punya seperti Media massa, baik cetak maupun digital, mereka kemudian melakukan propaganda, baik secara bersih maupun kotor. Tujuannya apa? Ya untuk menggiring opini publik. Kalau mau bahasa mudahnya, yang sekarang lagi ngetrend itu adalah yang namanya pencitraan. Mumpung lagi hot ini di bahas di seluruh penjuru negeri karena mau ada pemilihan Presiden.

contoh memes yang lain

Pencitraan seolah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan politik. Tidak cuman politik, bahkan dikehidupan biasa, kehidupan sekolah, kehidupan kampus, yang namanya pencitraan itu penting sepertinya kalau di Indonesia. Disini kita jadi sering bingung untuk menentukan akhirnya, mana yang benar-benar amanah, bisa di percaya dan sebagainya. Tetapi itu tidak hanya menjadi alat untuk mempositifkan orang, bisa juga untuk menghancurkan reputasi orang. Apalagi sistem demokrasi yang jelas-jelas berdiri diatas pakem "IRI-DENGKI-HASUT", ya di segala bidang pun yang berada didalam sistem demokrasi ya pasti seperti ini munculnya. Seperti misalnya, ada seorang (kita sebut saja A) yang dianggap menakutkan, galak dan tidak bersahabat atau mendukung satu pergerakan/kegiatan tertentu. Dengan modal pengetahuan tentang A yang seadanya, orang lain bisa menjatuhkannya dengan hanya bilang, "dia galak, tidak baik dan bersahabat, dan cuma mau menghancurkan kegiatan kita". Celakanya, The Power of Katanya ini langsung bekerja sesuai ketentuan, yakni menyebar diantara orang-orang lain yang hanya mengetahui si A secara tidak langsung, tidak mengenal lebih dalam, dan bahkan hanya tahu nama saja tidak tahu orangnya yang mana. Image si A yang dianggap menakutkan ini hancur seketika karena kebanyakan orang termakan oleh jebakan betmen The Power of Katanya ini. Padahal pada kenyataannya si A ini adalah orang yang sangat mendukung pergerakan atau kegiatan tersebut, tidak galak sama sekali, tidak menakutkan, bahkan Friendly. Semua pada akhirnya diputarbalikkan, hanya karena si penebar gosip tadi mungkin punya hubungan pribadi yang kurang baik dengan si A tersebut. Bisa juga banyak orang berotak kurang dalam alias dangkal dalam menyikapi cerita-cerita, seperti kebanyakan anak jaman sekarang, jadi menelan bulat-bulat gosip ini, tentunya ditambahkan bumbu penyedap, dan kemudian beropini atas pemikirannya sendiri. Makin lebar lah opini publik dan pemahaman dan pandangan orang-orang terhadap si A ini menjadi makin negatif. Hebat bukan The Power of Katanya? Itulah kenyataannya.  

Gosip Politik, atau politik adalah gosip?
Dalam dunia politik pun sama saja rumusannya. Semuanya, karena terlibat dalam proses persaingan yang dibentuk oleh sistem Demokrasi, berusaha untuk saling menjatuhkan. Yang tidak satu sisi dengan mereka, dianggap sebagai musuh/lawan politik. Bahkan cara-cara murahan seperti black campaign itu seperti sudah merupakan kebiasaan saja. Gw tidak mendukung siapapun disini, tidak dibayar untuk pemenangan calon tertentu. Gw tidak mendukung demokrasi dan itu artinya gw tidak punya kepentingan apapun. Ini soal opini gw sendiri mengenai sistem yang melahirkan The Power of Katanya ini. 

contoh bagaimana demokrasi menghancurkan citra diri orang
Dinamika politik disini tidak jauh sebenarnya dari gosip-gosip yang disajikan di televisi dalam bungkusan acara Infotainment, ngomongin urusan pribadi artis ini, artis itu, semua dikorek-korek macem pemulung yang lagi ngorek sampah. Semua dihabisi di media. Hasilnya? opini publik akan tergiring secara tidak mereka sadari. Inilah salah satu bentuk propaganda dalam ukuran mini. The Power of Katanya ini sangat kuat pengaruhnya di Indonesia. Bahkan pengaruh The Power of Katanya ini jauh lebih kuat daripada Presiden sekalipun. 

Penyebab dari semua ini tidak lebih dari Rumusan dasar pembentuk demokrasi seperti yang gw sebut di paragraf sebelumnya. "IRI-DENGKI-HASUT". Plus lagi sifat yang umum di punya rakyat Indonesia, "KEPO", walaupun KEPO sendiri sebenarnya adalah akronim dari Knowing Every Particular ObjectPunya Couriosity yang tinggi, tapi tidak dibarengi dengan daya analisa yang mumpuni. Sebenarnya rasa ingin tahu yang besar itu bagus, tapi kalau terus-terusan kapan jadi cerdasnya? Ingin tahu, tapi hanya sedikit sumber yang didapat, dan kemudian langsung membentuk sebuah kesimpulan. Habis lah sudah itu. Kenapa Iri dengki dan hasut? Demokrasi itu dibentuk dari sebuah paham persaingan, yang berkenaan dengan keinginan untuk berkuasa. Jadi karena sifatnya bersaing, bukan berlomba-lomba, maka akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Bisa dilihat efek dari iri dan dengki, liat para elit politik yang gagal menang, pada stres kan kebanyakan? Lalu, hasut. Ini jelas kita bisa lihat di socmed manapun, saling terjang, saling fitnah, untuk menjatuhkan lawan politiknya. Berbagai isu dosa masa lalu di ungkit lagi, bahkan sampai urusan pribadi seperti di isu kan punya istri banyak yang di Indonesia dianggep sebagai perbuatan memalukan, pun dilakukan. Hasut kan itu namanya? Semuanya dilakukan untuk mencapai suatu kekuasaan dan caranya, atau metodenya gampang bukan? Tebar isu, gunakan The Power of Katanya, baik positif maupun negatif, kemudian beres sudah.. Citra masing-masing orang terbentuk, dari yang sederhana, berwibawa, tukang selingkuh, tukang PHP, tukang kawin, dan tukang-tukang lainnya. Sialnya, ini menjalar ke kehidupan rakyat biasa. Tambah lagi dengan tontonan-tontonan yang ga mendidik dari mulai sinetron, infotainment, berita-berita yang subjektif, lebay, dan semuanya pasti selalu ada unsur IRI-DENGKI-HASUT. Silakan cek kalau tidak percaya. Amati saja bagaimana jalan cerita sinetron yang hampir semua sama dan plagiat pula, infotainment dan berita-berita yang seringkali menyudutkan atau mengagungkan satu individu/kelompok tertentu, pasti ketiga unsur itu ada terus didalamnya. 

So, kawan-kawan, mari jika kita menyikapi sesuatu, ayo cari kebenarannya terlebih dahulu supaya nanti tidak timbul macam-macam. Apalagi tingkat pendidikan di Indonesia yang masih mengkhawatirkan, terlebih kurikulum juga masih saja kacau, malah makin kacau menurut gw. Bahkan di perguruan tinggi yang harusnya bisa lebih cerdas menyikapi The Power of Katanya ini, masih juga terprovokasi dan termakan jebakan betmen satu ini. Apalagi yang tidak pernah mengenyam pendidikan Tinggi. Walaupun tidak semua ya seperti itu, ini hanya sampel saja kejadian yang pernah saya alami sendiri. Lingkungan perguruan tinggi yang harusnya bisa melahirkan generasi intelektual, masih saja menjustifikasi orang lain hanya dengan modal, KATANYA, KATANYA, dan KATANYA, lagi. Tidak berusaha untuk mencari tahu dulu baru kemudian beropini. Tapi tidak salah juga sih, karena konspirator menciptakan socmed untuk menjadikan segalanya menjadi suka-sukanya, nulis suka-sukanya juga atau menjustifikasi sesukanya. Walaupun rule semisal di twitter yang kaya gini, "ini twitter gw, jadi suka-suka mau apa, kan demokrasi, bebas", banyak dilanggar oleh sebagian besar para pendukung paham demokrasi (yang mana berarti demokrasi ini seperti anomali, bebas, tapi kok ada aja yang protes..ironis kan?). Yang penting dari kita sendiri jangan mudah untuk terprovokasi omongan orang lain, karena disini pun banyak orang-orang yang berwatak provokator. Percaya saja sama diri sendiri dan sama penglihatan sendiri, jangan langsung percaya KATANYA, KATANYA, dan KATANYA...
Tulisan bersifat opini dan tidak menyerang siapapun..waspada terhadap orang-orang yang gagal fokus..hehehe...

Komentar

Postingan Populer