Drama di Pintu KRL

Sebenarnya sih, ini bahasan mungkin sudah banyak ditulis oleh orang-orang yang menjadi penggiat sosial atau media sosial, atau penggiat sosial di media sosial. Tapi karena tulisan di blog gue ini adalah bersifat opini pribadi dan bukan untuk diperdebatkan, yaudah gue akan menulis apa yang ada di pikiran gue tentang permasalahan di KRL terutama pada proses keluar masuknya manusia yang bertajuk penumpang di transportasi massa yang satu ini. 

Drama.

Mungkin itu yang bisa gue katakan mengenai hal ini. Bagaimana tidak? Berdasarkan pengalaman gue yang akhirnya mulai naik KRL lagi setelah sempat setahun vakum, ini menjadi permasalahan yang seolah tidak pernah berakhir. Padahal dari perusahaan kereta itu sendiri (PT. Kereta Commuter Jakarta atau PT. KCJ) sudah melakukan pembenahan-pembenahan yang cukup signifikan demi meningkatkan kenyamanan penumpangnya. Tetapi, mungkin karena tabiat saudara-saudara sebangsa dan setanah air gue ini kadang suka "mau-mau gue" dan ga berpikir tentang kepentingan orang lain, maka drama pun pasti akan terjadi. Sebenarnya ga cuman di KRL aja sih, tapi dimanapun kita berada dan terkait dengan kepentingan orang banyak, sekalinya kita menerapkan sikap "mau-mau gue" ini, ya ambyar semua yang diusahakan untuk menjadi lebih baik. Bahkan kadang kala, udah egois, kerjaannya menyalahkan orang lain lah, institusi lah, dengan dalih macam-macam, terutama isu yang paling gampang diangkat adalah perkara kinerja. 

Kembali lagi ke drama yang gue coba angkat ini ya. 

Urusan klasik di pintu kereta ini sebenarnya sudah gue alami dari zaman gue naik kereta ekonomi yang (bahkan) ga ada pintu otomatisnya sama sekali. Mungkin aslinya ada, tapi karena "keberingasan" sebagian manusia yang mengaku beradab ini, maka pintu ini sengaja dihilangkan, dengan harapan bisa muat masuk semuanya. Teknologi dan kemajuan-kemajuan pelayanan yang dilakukan PT. KCJ dengan menghilangkan kereta ekonomi non AC tersebut ke Kereta Ekonomi AC yang pintunya pasti bisa ditutup itu pun masih menyisakan masalah, yang tentunya lebih banyak dibuat oleh sebagian penumpang dengan kelakuan ajaib ini. Inti dari masalah ini ya yang seperti gue sebut tadi, masalah empati terhadap orang lain yang masih sangat minim. Memang semua orang berhak untuk mementingkan dirinya sendiri, tapi ketika anda berurusan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan "massa" maka anda harus memikirkan orang lain juga. Masalah macam ini muncul terus menerus seolah tanpa ada solusinya. Keluar masuknya penumpang sebenarnya sudah dihimbau diberbagai media oleh pihak PT. KCJ, misalnya dengan mengumumkan di pengeras suara pada saat sebelum sampai di sebuah stasiun, di tempel pada kaca KRL, atau bahkan ada banner-banner himbauan disekitaran stasiun. Tapi yaitu tadi, karena banyak manusia yang kehilangan empati sehingga tidak memerdulikan keadaan sekitar, terjadilah masalah-masalah ini. Banyak kampanye yang menyebutkan untuk bijak dalam bersosial media, tapi gue pikir, bijak dalam bersoisalisasi dengan sesama itu sangat penting. Okelah, semua kejar waktu, semua ingin nyaman, tapi modelnya begini, gimana mau kekejar waktunya? gimana mau nyaman jadinya? Dengan berdesakan dan tidak ada yang mau mengalah di sekitaran pintu aja itu sudah membuat waktu banyak terbuang dan masih untung jika bisa keluar atau masuk kereta dengan aman sentosa, nah kadang saking penuhnya malah ga bisa keluar ataupun keangkut kan? jadi rugi-rugi juga kan urusannya?

Saling mengerti.

Ini bisa dibilang kunci kalau anda yang naik kereta mau aman nyaman dan tidak banyak masalah. Tapi rasanya untuk warga metropolis macam Jakarta hal ini terlalu banyak ditolerir. Akhirnya bukan saling pengertian, malah saling berebutan. Seandainya saja, lebih banyak orang yang punya empati dan coba berpikir tidak untuk dirinya sendiri, maka pengertian ini akan terbentuk dan dengan sendirinya akan teratur. Harusnya. Tapi, harapan itu masih jauh panggang dari api kalau di sekitaran Jalur Jabodetabek kayaknya ya. Well, mau nunggu sampai kapan? Gue juga nggak tahu. Tapi paling tidak, jika anda-anda yang biasanya suka jadi "polisi moral" di sosmed yang anda kelola melalui ponsel yang anda bawa setiap hari termasuk kedalam KRL, kenapa tidak anda coba menertibkan moral anda dipintu KRL dan biarkan ketentraman dan keteraturan menemukan kembali bentuk terbaiknya? Jangan hanya pandai berkoar untuk mencari kesalahan orang dengan dalih amoral, tidak sesuai norma, tidak sesuai agama dan sebagainya, tetapi anda sendiri mencari pembenaran atas sikap anda sendiri yang tercermin dalam dinamika sosial di sebuah pintu alat transportasi massal?

Ah, memang mencari kesalahan orang lain itu sungguh mudah ya. Wajar saja jadinya jika bangsa ini menjadi bangsa yang mengalami kemunduran. 

Komentar

Postingan Populer