Menjadi Vokalis (Versi Saya)


Tulisan ini dibuat karena ada beberapa pertanyaan yang masuk ke saya, yang sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Ada yang sudah terjawab, ada juga yang belum. Pertanyaan-pertanyaan yang ada ini berkisar tentang peran saya sebagai seorang vokalis di sebuah band. Siapa saja penanyanya? Kenapa harus bertanya hal-hal tersebut kepada saya? Ya saya juga tidak mengerti betul pemikiran-pemikiran kawan-kawan yang bertanya ini. Tetapi hal tersebut membuat saya jadi berpikir, kenapa tidak saya coba jawab saja pertanyaan-pertanyaan tersebut kedalam sebuah tulisan? Tetapi yang harus digarisbawahi adalah, apa-apa yang menjadi isi dari tulisan ini adalah murni perspektif saya berdasarkan pengalaman dan pola pikir saya sendiri. Jadi kalau nantinya timbul kontroversi atau terjadi pro dan kontra pendapat ya monggo silakan. Pada dasarnya saya akan coba jawab memakai gaya saya, ala saya, dan melalui perspektif saya serta tidak ada penekanan atau pemaksaan disana sini. Perlu diingat juga saya bukanlah seorang lulusan jurusan Bahasa Indonesia ataupun Sastra Indonesia, saya pun bukan pembaca novel-novel dengan gaya bahasa kontemporer dan apalah jenisnya saya juga tidak mengerti, saya juga tidak banyak bergaul dengan orang-orang yang pandai bersajak, berkata-kata, ataupun berargumen yang cenderung arogan, jadi mohon maaf jika bahasa saya terkesan kasar dan tidak sesuai dengan kemauan para pembaca (kalau ada) yang budiman. 

Mari kita mulai……

salah satu performa saya saat manggung


Kenapa Memilih menjadi seorang vokalis?

Bagi saya, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang mudah namun akhirnya dapat memberikan beban tersendiri bagi saya. Saya jawab, karena saya awalnya tidak bisa memainkan alat (instrumen) apapun disebuah band, makanya saya memilih untuk menyanyi saja :D Ini menjadi beban tersendiri karena dulu awalnya mudah-mudah saja menjadi seorang vokalis, tapi nyatanya, tidak sama sekali. Vokalis tidak hanya menjadi penyanyi dalam sebuah band dan menyuarakan pesan yang akan disampaikan sebuah band (dalam bentuk lagu) ke penonton, tapi vokalis itu juga merupakan wajah sebuah band terutama ketika band tersebut sedang berada diatas panggung. Pun sama sebenarnya ketika tidak manggung, sebuah band bisa saja dinilai secara keseluruhan hanya dengan melihat kelakuan vokalisnya diluar panggung. Nah pengalaman lah yang mengajarkan saya hal ini, karena dulu pun saya pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang bisa saja membuat nama band saya menjadi tidak baik, namun itu menjadi pembelajaran buat saya dengan adanya kritik, dikata-katain, dibashing sana sini, berasa sendirian ga ada yang bela, dan sebagai-sebagainya itu. Hal-hal tersebut membuat saya jadi lebih baik lagi dalam bersikap, dalam mengambil keputusan, maupun menyikapi kritik atau bahkan celaan-celaan yang kadang (sering sih) suka diluar batas. Mental saya benar-benar diuji untuk hal seperti ini dan kita harus siap untuk menghadapi hal tersebut karena kita sudah memilih untuk menjadi bagian dari sebuah pertunjukan.

Pernah dikritik soal penampilan diatas panggung beserta kemampuan olah vokalnya?

Kalau ini sih bukan pernah lagi, sering banget bahkan. Kritik, bahkan hinaan sudah kenyang saya lahap dan saya masukkan kedalam database kesalahan saya untuk perbaikan kedepannya. Disinilah sebenarnya kemampuan seorang vokalis dalam mengelola kritik ataupun celaan menjadi sebuah obat mujarab yang membuat performanya kian menanjak seiring waktu berjalan, dipertaruhkan. Mampu tidak dia menghadapi, menelan, mengunyah, dan memproduksi kembali menjadi hal-hal negatif tersebut menjadi kemampuan dan energi tersendiri yang menjadikannya seorang vokalis yang lebih baik lagi. Kalau tidak mampu ya berarti anda sudah kalah dalam pertarungan melawan diri anda sendiri. Karena egoisme dalam diri, tidak terima dikritik, anti terhadap celaan dan sebagainya itu membuat kemampuan seseorang akan mandek disitu saja (menurut saya ya ini teorinya). Tapi mungkin penyikapan terhadap hal seperti ini antara saya yang berasal dari tahun-tahun lama dengan beberapa (atau banyak) orang yang berasal dari tahun-tahun kini berbeda. Saya bisa dikasari, tapi mungkin orang lain butuh pendekatan yang lebih halus agar masukan, kritikan, dan celaan ini bisa masuk kedalam pemikiran mereka.  Saya sih ga apa-apa dikatain “suara lo fales bener kaya kaleng rombeng; aksi panggung lo monoton bener, bosen jadinya; mending berenti aja lo jadi vokalis kalo kelakuan lo kaya tai!; lo mau nyanyi biasa atau growl scream kok ga ada yang bagus nyet?”, tapi orang lain belum tentu kan. Cara pandang orang yang mengkritik dan dikritik juga berbeda, makanya banyak pula yang akhirnya menjadi sebuah drama. Sisi inilah yang menurut saya perlu diaktualisasi kembali kalau kita mau berada atau terjun kesebuah kolam besar bernama “band”.  Kuat-kuatan mental lah istilahnya, ga kuat, kamu akan kalah, kalau kuat, bersiaplah menuju kejayaan yang kamu impikan.

Apa sih keistimewaan seorang vokalis?

Menurut saya, kalau menilik dari keberadaan dalam sebuah band, saya rasa tidak ada satu personil pun yang istimewa ya. Sebuah band itu akan solid kalau masing-masing personil tau kapasitas dan tugasnya masing-masing didalam membangun kekuatan band itu sendiri. Kalau masing-masing mau diistimewakan saya berani jamin band ini ga bakalan berumur lama. Biasanya nih, melihat pengalaman rekan-rekan band lain yang pada akhirnya bubar, ada perbedaan “visi dan misi” dijadikan sebagai sebuah alasan klasik. Padahal menurut saya, ada yang egois. Itu saja. Ego para pemain band ini yang merasa dirinya perlu diistimewakanlah yang membawa kehancuran sebuah band, menurut saya. Karena pada akhirnya terdapat kecemburuan antara personil, berbeda pendapat, bahkan sampai pukul-pukulan (saya pernah ngalami ini dulu waktu SMA, tapi hampir, ga sampai pukul-pukulan beneran), yang berakhir pada bubarnya band. Kepercayaan, kesolidan, keinginan untuk maju bersama, hancur berantakan karena ada kata “istimewa” dalam pikiran individu para personil. So, bagi saya, jika punya band, semua sama, tidak ada yang diistimewakan.


Apakah pernah les vokal atau mengikuti kursus-kursus yang ada hubungannya dengan menyanyi?

Haha, jujur saja saya tidak pernah sekalipun mengikuti les atau kursus mengenai vokal ini. Saya belajar secara otodidak saja, melihat buku-buku, nonton youtube, atau sekedar mendengarkan lagu yang saya ingin dengar, lalu coba untuk menirukan gaya bernyanyi vokalis-vokalisnya. Itulah sebabnya kemampuan vokal saya secara teknis dan bahkan istilah-istilah teknis lainnya masih kalah dengan kawan-kawan lain yang memang belajar bahkan sampai sekolah ke perguruan tinggi. Tapi saya tidak pernah minder dan selalu percaya diri akan kemampuan saya. Saya menjalani ini berawal dari hobi saja, dan saya menikmati hobi saya, tapi saya tidak tertutup terhadap kritik. Itu kunci saya untuk memperbaiki kemampuan vokal saya. Saya selalu bersyukur Allah memberikan saya kemampuan seperti ini yang mungkin tidak semua vokalis  mempunyainya. Tapi ingat, segala sesuatu bisa dilatih, asal latihannya giat, tidak perlu sering jika memang terbatas waktu, ruang ataupun uang (pengalaman juga) tapi berkualitas dalam setiap latihannya, Insyallah bakal membawa perubahan ataupun penambahan signifikan terhadap kemampuan olah vokal. Belajarlah menjadi cerdas untuk memanfaatkan keterbatasan. Saya pribadi berangkat dari segala keterbatasan, mulai dari bentrok dengan sekolah ataupun kuliah yang luar biasa gilanya menguras otak dan tenaga fisik saya, jarak kampus dengan tempat latihan yang sangat jauh (saya kos di Dramaga bogor, sementara saya latihan di Depok bersama band), uang yang terbatas karena sebagai anak kosan dan kemudian ketika bekerja seperti sekarang pun kondisinya kurang lebih sama, walaupun sudah agak berkurang untuk urusan finansial..haha.. Tapi urusan waktu ini sama saja, bahkan personil band yang sekarang tersebar, sehingga kami harus menentukan tempat latihan ditengah-tengah dan waktunya pun larut malam setelah kami pulang kerja. Personil band saya saat ini berdomisili di Bogor, Depok, Rawamangun Jakarta timur, dan saya sendiri di Jakarta barat. Nah, latihan berkualitas lah yang menjadi kunci untuk menampilkan penampilan yang baik (walaupun masih sering dimarahin sama Manajer band kami yang super perfeksionis wkwk). Saya pribadi bahkan pernah latihan teriak-teriak didalam air, menahan napas didalam air selama beberapa menit, latihan growl scream sampai berdarah-darah (asli mengeluarkan darah dari mulut dan saat itu tenggorokan luar biasa sakitnya). Asupan makanan dan minuman ketika mau tampil pun harus dijaga, minimal seminggu sebelum manggung  harus dijaga makannya, jangan makan-makanan yang banyak minyak, jangan banyak minum air dingin,  jangan banyak minum yang berwarna apalagi soda, minum susu tiap malam dan ngunyah jahe batangan juga tiap malam (jahenya dipotong sebesar jari jempol tangan) dan jangan merokok. Kalau saya untuk urusan rokok untungnya tidak pernah seumur hidup mencicipinya, jadi ya tidak sulit bagi saya untuk mengatakan tidak terhadap rokok.    

Lebih memilih band atau solo?

Saya dengan jelas dan tegas memilih band. Karena saya merasa kemampuan vokal saya bisa dioptimalkan ketika saya manggung bersama kawan-kawan saya daripada sendirian. Menjadi penyanyi solo itu sangat sulit dan saya sadar kemampuan saya tidak semumpuni itu untuk menjadi seorang penyanyi solo. Saya pernah mengikuti lomba karaoke beberapa kali, namun hasilnya kurang memuaskan, hanya bisa masuk 10 besar saja tanpa pernah menjuarainya. Bahkan dulu diawal saya tampil didepan umum kelas 2 SMP, saya pun ikut lomba karaoke remaja tingkat RW dilingkungan. Saya kalah, suara saya fales ga karuan karena demam panggung, dan malu banget karena tahu saya ditonton oleh orang-orang yang mengenal saya. Saya sempat ogah keluar rumah karena malu ketemu tetangga dan bahkan saya pernah bilang saya ga mau nyanyi lagi. Tapi setelahnya saya sadar saya perlu pembuktian kalau saya punya bakat seni (ayah saya dulunya pemain bass) dan memang bisa menyanyi. Makanya saya beralih ke dalam sebuah band, dan sejauh ini aman-aman saja ya mudah-mudahan. Intinya yang menonton saya puas, senang, saya pun akan merasa gembira dapat menghibur dengan kemampuan saya. Kemampuan saya yang terbaik menurut saya ya di band, bukan sendirian.

Band saya yang bernama SkyFall

Seberapa pentingkah sebuah aksi panggung?

Itu sangatlah penting, karena itu yang menjadi pembeda sebuah band dengan band lainnya. Mungkin di skena yang saya jalani beberapa tahun belakangan ini, banyak band terutama band cover yang mencoba memainkan lagu-lagu dari satu band yang sama. Akhirnya saya sendiri menilai bahwa aksi panggung juga dapat menjadi faktor penentu band tersebut lebih baik dari band lainnya atau tidak dalam mengcover sebuah band idola yang sama, terlepas dari kemampuan masing-masing personilnya dari mulai penguasaan alat, harmonisasi, pengaturan sound dan teknik-teknik lainnya. Makanya saya selaku vokalis ingin menampilkan aksi panggung yang baik dan mungkin berbeda dari yang lain sehingga penonton dapat memiliki penilaian tersendiri terhadap band saya, dan harapannya band saya dapat diingat tidak hanya kemampuan memainkan cover lagu yang baik, tetapi juga aksi panggung yang tidak kalah baik. Untuk skena yang saya jalani dari dulu sampai saat ini, kadang kala bahkan saya perlu untuk sedikit berdandan (jaman dulu bahkan dandan pol wkwk) untuk menambah kesan yang berbeda, disesuaikan dengan tema panggungan, serta lagu yang dibawakan.  Itu bisa menjadi nilai tambah seorang vokalis secara khusus, ataupun band secara umum pada skena ini biasanya, walaupun tidak semua penonton menginginkan yang seperti itu. Penting lagi bagi vokalis adalah mampu untuk mengerahkan emosi penonton menjadi energi yang positif melalui gimmick-gimmick unik, seperti mengajak nyanyi bersama, headbang bersama, atau sekedar tepuk tangan serta memberi semacam motivasi untuk membakar suasana sehingga tidak monoton. Terutama ketika jeda lagu, kadang kala kawan kita dibelakang kita ada yang sibuk atur ulang sound, atau ganti steman gitar dan bass, atau alasan-alasan teknis lain sehingga membuat suasana menjadi garing karena tidak ada komunikasi antara performer dan penonton. Disini peran vokalis untuk beraksi mengisi kekosongan sangat diperlukan. Tidak apa-apa garing, setidaknya tidak ada waktu kosong yang dapat menyebabkan penonton bubar lebih awal, dan hal tersebut juga dapat membuat kita menjadi lebih dekat dengan penonton, karena bagi saya pribadi, buat apa kita manggung jika hanya satu dua orang yang nonton, atau bahkan tidak ada yang menonton. Saya rasa menghargai perjuangan kita sendiri dalam meluangkan waktu untuk  latihan serta mengorbankan hal personal lainnya dalam bentuk apresiasi dan ekspresi dari penonton itu perlu juga, bahkan saya merasa puas dengan hasil latihan saya jika apresiasi penonton banyak.

Apakah harus seimbang antara aksi panggung dan skill pemain?

Karena band saya saat ini tujuannya untuk menyambung tali silaturahmi dan untuk mencari kesenangan diwaktu luang, artinya tidak sampai melangkah lebih jauh seperti rekaman lagu sendiri (saat ini), memikirkan bagaimana masuk label dan sebagainya, harusnya pertanyaan ini menjadi kurang penting. Tapi, tidak ada dalam kamus saya menjalani sesuatu itu setengah-setengah, walaupun itu hanya untuk having fun seperti ini. Saya merasa keseimbangan ini menjadi sesuatu yang sangat penting bahkan diutamakan, karena menurut saya elemen keberhasilan sebuah band untuk menyenangkan orang lain, menggiring massa, atau menguntungkan penyelenggara acara ya dua unsur ini. Percuma skill oke, bahkan belajar jauh-jauh sampai jago, kalo tidak diimbangi aksi panggung mumpuni. Semua ilmunya tidak akan maksimal dinikmati. Tapi ingat ini tidak saklek, semua tergantung tujuan ngebandnya maunya bagaimana. Tapi kalau bagi saya, menyenangkan orang lain dengan berbuat semaksimal mungkin itu adalah yang terpenting, dan dua unsur ini harus sangat seimbang. Banyak band yang personilnya jago tapi monoton aksi panggungnya sehingga ditinggal penonton, tapi banyak pula band yang kebanyakan gaya tapi skillnya ga baik, ditinggal juga sama penonton. So ini  dikembalikan lagi ke tujuan orang-orang ini ngeband untuk apa dan mau bagaimana. Saya sendiri dengan band ini tujuan utamanya bukan benar-benar menjadi band dengan banyak karya, tapi silaturahmi antar personil serta silaturahmi personil dengan para penikmat yang dapat membuka gerbang silaturahmi dengan orang baru. Sehingga saya dengan band ini tidak ngoyo harus ini itu, harus bikin lagu ditargetkan berapa lama, harus berapa banyak menghasilkan lagunya. Dengan tujuan seperti ini saja, saya dan kawan-kawan di band tetap berkomitmen harus total atau pol-polan dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk mengoptimalkan performa kita diatas panggung, seperti latihan personal yang digiatkan, latihan berkualitas (karena terbatasnya waktu masing-masing personil) di studio untuk meningkatkan harmonisasi, kekompakan, teknis dan membangun emosi positif antar personil, dan bahkan menabung untuk melakukan peningkatan kualitas terhadap instrumen masing-masing.

Bagaimana mengelola emosi sebelum, diatas dan setelah manggung?

Anger management ini sempat menjadi masalah besar buat saya. Saya agak susah mengontrol emosi pada masa lalu. Tapi  Alhamdulillah saat ini sudah semakin baik kemampuan saya untuk hal satu ini. Kontrol emosi penting karena sebagai vokalis kita seperti dituntut untuk memimpin kawan-kawan selama berada diatas panggung. Jika terjadi masalah pada sound, dan sebagainya, jika kita mudah tersulut, adanya bukan mengisi kekosongan dengan gimmick tertentu, malahan kita jadi ngamuk-ngamuk tidak karuan dan malah menyalahkan orang lain, bahkan personil sendiri. Ini akan menimbulkan kekacauan, dan bahkan menimbulkan masalah lain, bahkan memanen pembenci. Ahahaha.. makanya sebelum naik kepanggung, mengatasi rasa gugup itu sangat penting. Saya biasanya pemanasan, bercanda-canda (ngata-ngatain orang, ledek-ledekan dan sebagainya dengan personil lainnya), kalau acaranya banyak stand makanan, games atau merch saya biasanya suka keliling-keliling lihat-lihat (tapi jarang beli, soalnya harganya suka mahal wkwkwk) dan berdoa sendiri. Pentingnya membawa pasangan, entah istri, pacar, gebetan, atau mantan, adalah disini kalau bagi saya. Merekalah orang-orang yang mampu meredam emosi, memberikan suntikan kepercayaan diri, membantu mengelola kegugupan sebelum manggung, ataupun pemberi semangat setelah manggung apabila terdapat ketidakpuasan atau ketidaksempurnaan saat manggung.  

Bagaimana mengelola hubungan dengan penggemar dan juga haters?

Bagi saya, penggemar itu wajar adanya, tapi jangan pernah hal itu dijadikan sesuatu yang patut disombongkan. Sekali sombong, bubar sudah. Saya sendiri mengakui ada beberapa orang yang mungkin senang dengan kemampuan saya, kemampuan band saya, yang akhirnya bilang, “saya ngepens bang”, atau “keren bang, lanjutkan”. Itu saya anggap sebagai pujian bonus setelah apa yang kita perjuangkan, korbankan, dan lakukan. Mereka senang dengan kita, kita pun senang akhirnya. Mereka ini kawan-kawan yang selalu bisa mendukung setiap pergerakan saya, dan tentunya band tempat saya bernaung, dan tidak ada pembatas antara saya dan mereka, alias, kita semua teman. Tidak ada pemisah “gue artis lo fans”. Itu salah menurut saya. Untuk para haters sendiri, seperti yang sudah saya bilang diatas, akan saya masukan kritikan mereka, celaan mereka, dan sebagainya itu dalam database untuk melakukan peningkatan kemampuan dikemudian hari. Jangan pernah ambil pusing, kuatkan mental, coba berpikir positif walaupun sulit dan ngeselin, dan lakukan pembuktian nyata dengan peningkatan kemampuan ataupun berkarya. Jangan gampang terbuai dengan pujian karena itu racun yang paling mematikan, terutama jika anda vokalis. Sekali jumawa dengan kemampuan yang tidak meningkat, itu tandanya anda sedang menuju kehancuran. Latihan yang berkualitas, jadikan pujian sebagai bonus kerja keras, bungkam kritikan dengan peningkatan performa dan kemampuan, makanya kejayaan akan datang. Jamin deh.
Paling penting adalah, lakukan apa yang menurut anda baik, teruslah berlatih, jangan mudah puas diri dengan pujian secuil, hadapi tantangan para pengkritik dengan hasil nyata, tidak usah banyak bicara. Kadangkala ada manusia yang berbicara tanpa tahu kapasitasnya, tanpa tahu duduk masalah, tanpa tahu kronologis dan tanpa bertanggungjawab. So, biarkan saja, kuatkan mental anda. Semangat, jangan pernah sedikitpun meluntur. Insyallah dari semangat diri sendiri, visi dan misi dapat tercapai bersama, dan jadikan kejujuran, ingat KEJUJURAN, diatas segalanya, maka jalan akan dipermudah pada waktu-waktu yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan.

Akhir Kata
Siapapun bisa menjadi vokalis, asal ada niatan yang baik untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya dalam olah vokal, mengelola audiens dan juga mengelola emosi dari dalam diri, serta seberapa kuat kamu mau mengasah bakat. Jangan pernah takut untuk mencoba, karena ga akan pernah ketahuan kemampuan kita sampai dimana kalau kita ga pernah coba. Jangan pernah kecil hati juga ketika setelah mencoba, menemui kegagalan, karena rumusan itulah yang sepertinya harus dilewati dan dijalani apabila mau lebih baik lagi performa serta pengalamannya. Percaya diri sendiri, sesekali boleh dengar masukan dari orang lain, tetapi jangan semua dituruti karena anda akan menjadi orang lain dan bukan diri anda sendiri. Dari sini maka ciri khas anda akan hilang, dan ingat, vokalis ataupun penyanyi solo pesaingnya banyak, jadi minimal punyai ciri yang bisa di ingat orang lain. 




Komentar

Postingan Populer